DPR Kebutuhan Perbaikannya UU Ciptakan Kerja
JAKARTA, SURYA Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengungkapkan para investor asing yang menanamkan modal di Indonesia mulai cemas. Hal itu berkaitan polemik Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dianggap inkonstitusional.
"Kalau kita baca kembali amar putusannya gugatan klaster ketenagakerjaan yang diwakili satu di antaranya se orang karyawan swasta ber nama Hakiimi Irawan Bang kid Pamungkas sudah ditolak oleh MK," tutur Hariyadi.
Ia menuturkan PP Nomor 36 Tahun 2021 dan turun annya tetap efektif berjalan. "Kita ingin meluruskan ja ngan sampai nanti dinamika di lapangan itu memanas. Tapi tidak tahu substansi nya apa," imbuhnya.
Hariyadi juga mengatakan putusan inkonstitusional secara bersyarat oleh MK terkait UU Cipta Kerja mem bingungkan. Menurutnya, keputusan ini membawa per sepsi negatif terhadap kon sistensi pelaku usaha dalam melakukan upaya membawa ekonomi lebih maju dan utamanya semangat menciptakan lapangan kerja.
Apindo juga mencermati bahwa ada pandangan yang perlu diperbaiki hanya per syaratan pembentukan UU Cipta Kerja tentang Perubah an atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-un dangan. Hal ini menurut pandangan kami sa ngat mengkhawatirkan,' urai Hariyadi.
Hariyadi mengaku khawatir jika putusan MK tidak direspon dengan cepat oleh DPR dan pemerintah, dapat menimbulkan mutitafsir di publik, baik dalam negeri maupun luar negeri. "Kami khawatir ada persepsi yang terlalu multitafsir. Ini justru mendegradasi atau menu runkan minat mau investasi di Indonesia," paparnya.
"Jadi kami berharap DPR mengejar kuartal pertama 2022 untuk semua yang diminta Mahkamah Konstitusi agar diselesaikan. Mudah-muda han ini tidak ganggu (iklim investasi) karena sebagian besar PP sudah terbit," tutur Hariyadi.
Kepastian kondisi
Pengamat keuangan Aris ton Tjendra menyatakan, investor luar negeri sangat membutuhkan kepastian hukum atau regulasi karena dana yang diinvestasikan be sar. Karena itu, dia menilai keputusan MK menyatakan UU Ciptaker adalah inkon stitutional memberikan efek negatif ke investor asing.
Menurut dia, ketidakpastian regulasi akan membu at investor enggan masuk ke Indonesia yang terkenal suka gonta-ganti aturan. Ariston menjelaskan, pasar keuangan Indonesia secara keseluruhan juga pastinya mendapatkan sentimen ne gatif dari hal ini.
Sementara dari sisi riil, kalau investor enggan ma suk ke Indonesia, tentu la pangan pekerjaan tidak akan bertambah banyak. Padahal angkatan kerja Indonesia te rus bertambah tiap tahun nya. Dia menambahkan, ke san politis dari UU Ciptaker memang wajar jika disebut menjadi syarat Pilpres 2019 dan berakhir sebelum 2024. "UU kan produk pemerintah dan DPR, keduanya merupakan produk politik. Jadi, pastinya UU yang di hasilkan juga produk politik," pungkas Ariston.
Kebut perbaikan.
Pemerintah dan DPR RI bakal menggelar rapat kerja (raker) guna membahas UU Cipta Kerja pada 6 De sember. Hal ini setelah MK menyatakan UU Ciptaker in konstitusional bersyarat dan memerintahkan pemerintah dan DPR memperbaiki UU itu dalam jangka waktu 2 tahun.
"Kita akan raker nanti ber sama pemerintah tanggal 6. Desember untuk membahas beberapa pokok-pokok. Di raker itu mungkin akan di follow up dengan memben tuk tim kerja bersama dan kemudian tidak akan meng ambil kebijakan-kebijakan turunan berupa PP yang strategis seperti amanat MK. Itu yang menjadi konsen kita," ujar Wakil Ketua Ba dan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya, Jumat.
Willy selaku politikus Nas Dem menyatakan kejadian ini sesuatu yang wajar ka rena merupakan pengalam an pertama dalam membuat UU berupa omnibus law. Me nurutnya tidak mudah me lakukan lompatan hukum dari dahulu satu subjek satu policy untuk kemudian di omnibus law-kan.
Dia memastikan pihak nya akan membuka diri se luas-luasnya terhadap masukan publik sehingga UU ini dapat diperbaiki dengan seksama dalam waktu dua tahun ke depan. Selain itu, Willy melihat keputusan MK sebagai suatu pembelajaran yang membuahkan hal positif bagi UU Ciptaker.
Satu hal yang kemudian kita harus banyak belajarlah dari keputusan ini, untuk kemudian lakukan perbaikan. Kami optimis ini tunenya, adanya tune yang positif," ucapnya.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Fraksi PPP Achmad Baidowi turut menghargai putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Namun menurutnya perbaikan UU Ciptaker ini tak perlu melalui program Legislasi Nasional (Prolegnas) lagi. "Tentu putusan MK ini menarik karena ter golong inkonstitusional ber syarat selama dua tahun.
Senada, anggota Baleg DPR RI Fraksi Golkar Chris tina Aryani menyatakan se cara substansi, Indonesia memerlukan metode omni bus law sebagai salah satu cara untuk melakukan pem benahan peraturan perun dang-undangan yang ada. Utamanya menyangkut ma salah tumpang tindih per aturan, ketidaksesuaian materi muatan, hiperregula si, sampai pada problem ego sektoral.
Karena itu, pihaknya sangat terbuka untuk melaku kan perbaikan hal-hal yang dianggap inkonstitusional sebagaimana diputuskan MK. "Mekanismenya seperti apa tentu DPR akan bersa ma Pemerintah melakukan langkah-langkah perbaikan. Saya rasa ini harus ditin daklanjuti segera sehingga sebelum tenggat waktu dua tahun harusnya sudah bisa selesai "ujar Christina
Sementara Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menuturkan fraksinya me yakini pemerintah dan DPR akan sanggup memperbaiki UU Ciptaker dalam waktu yang ditentukan. Hanya saja dia menilai kedua belah pi hak harus bekerja keras dan bekerja cepat. Kami yakin pemerintah dan DPR akan sanggup menjalankan (per baikan) meski akan menyita waktu, pikiran dan pekerja an lagi. Optimis, namun per lu ngebut kerja keras semua pihak," kata Jazilul.
Fraksi PAN melalui sang Ketua Fraksi yakni Saleh Par taonan Daulay mengharap kan putusan MK tak akan membuat adanya saling tu ding diantara pihak terkait. Menurutnya wajar jika MK memberikan koreksi yang menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan DPR. Apalagi karena pengalaman membuat omnibus law masih sangat baru di Indonesia. Misalnya, keterlibatan dan partisipasi publik, harus merujuk pada UU 12/2011, berhati-hati dalam penyusunan kata dan pengetikan, serta catatan catatan lain," kata Saleh.
Yang perlu adalah bagaimana agar pemerintah dan DPR mem bangun sinergi yang baik untuk memperbaiki. Tentu dengan keterlibatan dan par tisipasi publik secara luas dan terbuka," imbuhnya.
Adapun dua fraksi lain nya, yakni Fraksi Gerindra dan PDI Perjuangan tak jua memberikan tanggapan soal putusan MK terkait UU Ciptaker.
Comments
Post a Comment